Senin, 06 Agustus 2012

My Garden

                                                           My garden

    Kebunku adalah kebun yang sangat indah. Kebunku berisi bermacam-macam buah. Setiap hari ayah dan ibu menjualnya ke pasar. Di pasar, buah yang paling banyak terjual adalah buah apel merah. Tiba-tiba ada sebuah kejadian yang mengejutkan. Buah di kebunku tak ada satupun yang terjual. Apel merah yang terkenal akan manisnya pun tak terjual. Ada apa ini? Pikirku saat itu. Semenjak buah kami tak laku di pasaran, ayah dan ibu ku bekerja serabutan. Ibu kadang mencucui baju tetangga, terkadang memasak, membantu memandikan bayi, dan terkadang pula menyetrika baju orang. Ayah bekerja dengan cara memperbaiki telepon genggam ( HP ), memperbaiki televisi, memperbaiki motor dan memperbaiki tempat tidur yang rusak. Itu pun hasilnya belum seberapa. Aku terkadang sedih dan ingin membantu. Namun apa daya? Apa yang bisa dikerjakan anak kelas 5 seperti ku. Orang tua ku bekerja keras untuk memperbaiki ekonomi keluarga seperti dulu. Aku hanya bisa mencari info yang penting. Aku mencoba menjual buah yang disukai teman-temanku. Tapi hasilnya nihil. Aku menawarkan ke Adinda. Adinda adalah pelanggan setia ku tapi itu dulu.
“ Din, mau beli apel merahnya?”
“ Gak usah din. Buah-buahan yang dijual putri beracun.” Kata irma
“ Irma jangan gitu. Kata siapa buahan yang ku jual beracun?” kata ku mencoba menyelidiki
“ Papa anas bilang...”
    Dheggg... jantungku serasa berhenti berdetak. Pak Fikri kan juga penjual buah. Cuma buah yang di jual kurang laku. Ia selalu menggunakkan cara licik. Akhirnya ku dapatkan informasi. Aku menunggu waktu pulang yang bagi ku sangat lama.
    Teng.... Bel berbunyi. Aku segera bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku langsung melaporkan ke orang tuaku bahwa pak Fikri yang menyebar fitnah.
    “Yah, pak Fikri adalah orang yang menyebarkan fitnah itu pak sehingga semua hasil panen yang kita jual tidak laku.” Kataku melapor.
    “Tau dari mana kamu? Jangan sembarangan menuduh. Kalau orangnya tau bisa berabe.”
    “Dari Irma.”
    “Mari kita ke rumah pak Fikri. Kita minta penjelasan dari dia.”
Kami pun ke rumah pak Fikri untuk menanyakan tentang fitnah itu.
    “Assalamualaikum ..” kata ayahku
    “Waalaikumsalam ..” jawab orang didalam sambil membuka pintu
“Eh, ada pak Eno. Masuk pak...” kata ibu Fikri ramah
    “Apakah ada pak Fikri di dalam ?” kata ayah bertanya
    “Ada pak. Mau dipanggilkan ??”
    “Ya. Terimakasih.”
    Pak Fikri pun menemui keluarga kami. Ayah langsung menanyakan fitnah itu.
    “Pak, apakah bapak menyebarkan fitnah tentang kebun kami?”
    “Siapa bilang?” kata pak Fikri .
    “Teman Putri.”
    “Anak SD di percaya. Kalau gak laku sudah. Gak usah memfitnah.”
    “Bukan memfitnah pak. Tapi hanya menanyakan.”
    “Kalau emang saya yang buat fitnah itu mengapa ? salah ?” kata pak Fikri mengaku
    “Apa maksud bapak ?? “ kata ayahku mulai geram.
    “ Saya iri dengan keberhasilan bapak. Buah bapak selalu laku. Makanya saya membuat fitnah itu. Maafkan saya pak...” kata pak Fikri mulai menyesal.
    “Iya saya maafkan. Tapi tolong kembalikan nama baik saya .”
    Besoknya orangtua ku menjual buah. Ternyata pelanggan setia kami banyak yang sudah menunggu. Pak Fikri telah menepati janjinya. Akhirnya , buah yang dijual orangtuaku laku dan selalu laku ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar